Menristek Suharna Surapranata mendorong Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama (LPPNU) menjalankan peran intermediasi hasil-hasil penelitian, pengembangan dan rekayasa (litbangyasa) para peneliti Indonesia agar dapat dinikmati masyarakat, terutama petani, peternak dan nelayan. Pasalnya, selama ini banyak hasil litbangyasa hanya jadi dokumen tanpa dapat dirasakan kemanfaatannya bagi masyarakat luas.
''Peneliti itu ibarat menara gading karena produk risetnya kurang dirasakan masyarakat. Padahal, mayoritas peneliti ada di sektor pertanian, termasuk anggaran litbang pertanian sudah lebih dari Rp 1 triliun. Di sini perlu peran intermediasi LPPNU agar hasil-hasil penelitian itu bisa dimanfaatkan masyarakat petani kita yang jumlahnya mencapai 40% penduduk negeri ini,'' ujar Suharna saat menerima pengurus PBNU dan LPPNU di Jakarta, Senin (4/4).
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua PBNU, Maksum Mahfoedz, Sekjen PBNU, Marsudi Syuhud dan Ketua LPPNU, Ahmad Dimyati. Sementara, Menristek didampingi Staf Ahli bidang Pangan dan Pertanian, Masrizal, dan Staf Khusus bidang Kerjasama Iptek, Ade Komara.
Menurut Menristek, persoalan iptek yang cukup mencolok di Indonesia adalah pemanfaatan hasil riset dan tumpang tindihnya riset. Kemenristek mencoba mengatasi persoalan ini dengan melakukan beberapa hal yaitu menata sumber daya peneliti dan mengarahkan riset atau penelitian kepada hal-hal yang dibutuhkan masyarakat serta mensinergikan penelitian atau riset yang tersebar di berbagai lembaga dan kementerian.
Penataan sumber daya peneliti dilakukan dengan prioritas utama meningkatkan kesejahteraan peneliti. ''Sekarang ini gaji profesor riset masih kalah dengan gaji guru SMP. Karenanya, kita sedang mengupayakan kepada Kementerian keuangan adanya penyesuaian pendapatan mereka setara dengan eselon I. Insya Allah, tahun depan sudah bisa terlaksana,'' papar Menristek.
Sementara, dalam mengarahkan dan mensinergikan penelitian atau riset, upaya-upaya secara intens dilakukan melalui berbagai forum, seperti di Dewan Riset Nasional atau pun di Komite Inovasi Nasional. Harapannya, selain riset diarahkan sesuai dengan kebutuhan pengguna, juga adanya sinergi berbagai riset yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga litbang sehingga semakin besar kemanfaatannya bagi masyarakat luas.
Menurut Menristek, hingga kini berbagai riset tentang pangan sudah banyak dilakukan. Namun, sedikit sekali yang termanfaatkan karena kurangnya disseminasi hasil-hasil penelitian tersebut ke masyarakat. Karenanya, harus ada aktor-aktor pembangunan yang mau mengawal hasil-hasil penelitian tersebut agar bisa dimanfaatkan. ''Salah satunya melalui lembaga atau kelompok masyarakat yang ikut mendorong terjadinya disseminasi hasil penelitian. Saya melihat LPPNU bisa mengambil peran itu,'' ujar Menristek.
Sementara, Ahmad Dimyati menjelaskan pihaknya akan berupaya memainkan peran tersebut melalui kerjasama dengan beberapa lembaga dan kementerian. ''Kita sudah melakukan MOU dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan sekarang kita akan tawarkan dengan Kemenristek agar semua hasil-hasil penelitian tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat,'' ujar Dimyati.
Ihwal ini juga dibenarkan Ketua PBNU, Maksum Mahfoedz, yang melihat pentingnya hasil-hasil penelitian bisa dirasakan oleh masyarakat. Ia mengaku miris saat menjadi dewan juri Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa Indonesia (AKLI). Dari 15 penerima anugerah, 11 penerima riset atau penelitiannya terkait bidang pangan. ''Namun, kita lihat saat ini persoalan ketahanan pangan masih seperti ini,'' katanya.
Kunjungan pengurus PBNU dan LPPNU terkait dengan rencana Rembug Nasional Industri Hayati yang akan digelar pada 22-25 April 2011 di Jakarta. Agenda yang akan membincangkan berbagai persoalan pembangunan pertanian, perikanan, kehutanan dan lingkungan hidup yang memadukan pendekatan ilmiah dan spiritualitas.
Selain dihadiri para pengurus LPPNU se Indonesia, jaringan pengamat dalam dan luar negeri serta para duta besar negara sahabat. Beberapa menteri yang dijadwalkan hadir dan memberi arahan antara lain Menristek, Mentan, Menhut, dan Menteri Kelautan dan Perikanan. (bhh/am/humasristek)
''Peneliti itu ibarat menara gading karena produk risetnya kurang dirasakan masyarakat. Padahal, mayoritas peneliti ada di sektor pertanian, termasuk anggaran litbang pertanian sudah lebih dari Rp 1 triliun. Di sini perlu peran intermediasi LPPNU agar hasil-hasil penelitian itu bisa dimanfaatkan masyarakat petani kita yang jumlahnya mencapai 40% penduduk negeri ini,'' ujar Suharna saat menerima pengurus PBNU dan LPPNU di Jakarta, Senin (4/4).
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua PBNU, Maksum Mahfoedz, Sekjen PBNU, Marsudi Syuhud dan Ketua LPPNU, Ahmad Dimyati. Sementara, Menristek didampingi Staf Ahli bidang Pangan dan Pertanian, Masrizal, dan Staf Khusus bidang Kerjasama Iptek, Ade Komara.
Menurut Menristek, persoalan iptek yang cukup mencolok di Indonesia adalah pemanfaatan hasil riset dan tumpang tindihnya riset. Kemenristek mencoba mengatasi persoalan ini dengan melakukan beberapa hal yaitu menata sumber daya peneliti dan mengarahkan riset atau penelitian kepada hal-hal yang dibutuhkan masyarakat serta mensinergikan penelitian atau riset yang tersebar di berbagai lembaga dan kementerian.
Penataan sumber daya peneliti dilakukan dengan prioritas utama meningkatkan kesejahteraan peneliti. ''Sekarang ini gaji profesor riset masih kalah dengan gaji guru SMP. Karenanya, kita sedang mengupayakan kepada Kementerian keuangan adanya penyesuaian pendapatan mereka setara dengan eselon I. Insya Allah, tahun depan sudah bisa terlaksana,'' papar Menristek.
Sementara, dalam mengarahkan dan mensinergikan penelitian atau riset, upaya-upaya secara intens dilakukan melalui berbagai forum, seperti di Dewan Riset Nasional atau pun di Komite Inovasi Nasional. Harapannya, selain riset diarahkan sesuai dengan kebutuhan pengguna, juga adanya sinergi berbagai riset yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga litbang sehingga semakin besar kemanfaatannya bagi masyarakat luas.
Menurut Menristek, hingga kini berbagai riset tentang pangan sudah banyak dilakukan. Namun, sedikit sekali yang termanfaatkan karena kurangnya disseminasi hasil-hasil penelitian tersebut ke masyarakat. Karenanya, harus ada aktor-aktor pembangunan yang mau mengawal hasil-hasil penelitian tersebut agar bisa dimanfaatkan. ''Salah satunya melalui lembaga atau kelompok masyarakat yang ikut mendorong terjadinya disseminasi hasil penelitian. Saya melihat LPPNU bisa mengambil peran itu,'' ujar Menristek.
Sementara, Ahmad Dimyati menjelaskan pihaknya akan berupaya memainkan peran tersebut melalui kerjasama dengan beberapa lembaga dan kementerian. ''Kita sudah melakukan MOU dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan sekarang kita akan tawarkan dengan Kemenristek agar semua hasil-hasil penelitian tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat,'' ujar Dimyati.
Ihwal ini juga dibenarkan Ketua PBNU, Maksum Mahfoedz, yang melihat pentingnya hasil-hasil penelitian bisa dirasakan oleh masyarakat. Ia mengaku miris saat menjadi dewan juri Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa Indonesia (AKLI). Dari 15 penerima anugerah, 11 penerima riset atau penelitiannya terkait bidang pangan. ''Namun, kita lihat saat ini persoalan ketahanan pangan masih seperti ini,'' katanya.
Kunjungan pengurus PBNU dan LPPNU terkait dengan rencana Rembug Nasional Industri Hayati yang akan digelar pada 22-25 April 2011 di Jakarta. Agenda yang akan membincangkan berbagai persoalan pembangunan pertanian, perikanan, kehutanan dan lingkungan hidup yang memadukan pendekatan ilmiah dan spiritualitas.
Selain dihadiri para pengurus LPPNU se Indonesia, jaringan pengamat dalam dan luar negeri serta para duta besar negara sahabat. Beberapa menteri yang dijadwalkan hadir dan memberi arahan antara lain Menristek, Mentan, Menhut, dan Menteri Kelautan dan Perikanan. (bhh/am/humasristek)
Sumber : http://www.ristek.go.id/