[Unpad.ac.id, 17/01/2011] Mengurus sampah bukanlah pekerjaan yang sederhana. Sampah yang terlalu banyak dan tak terkendali bisa merugikan bahkan membahayakan lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Perlu ada penanganan yang komprehensif dan terpadu untuk mewujudkan lingkungan bebas sampah. Dengan sedikit sentuhan teknologi, tumpukan sampah itu bisa menghasilkan keuntungan, Biomethagreen salah satunya. Konsep yang digagas salah satu dosen Unpad ini adalah memanfaatkan sampah organik menjadi biogas yang bernilai guna.
Muhammad Fatah Wiyatna (memegang microphone) sedang menjelaskan proses kerja Biomethagreen yang beroperasi di perumahan Griya Taman Lestari, Tanjung |
“Selain berupaya menyelesaikan persoalan sampah dengan mengolahnya, ini juga diarahkan kepada bidikan lain yaitu untuk menghasilkan sumber energi baru berupa biogas dan juga masalah ketersediaan pupuk. Dari hasil penelitian dan analisa kami, hasil dari pengolahan limbah ini mengandung hara yang cukup bagus dan siap serap, jadi bisa berpotensi menjadi pupuk cair,” ujar Muhammad Fatah Wiyatna, Dosen Fakultas Peternakan (Fapet) Unpad sekaligus penggagas konsep Biomethagreen itu saat ditemui di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Dinamika Pembangunan (PDP) Unpad, Gedung 4 lt.2, Kampus Unpad, Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jumat (14/01). Hadir pula Ketua PDP Unpad, Rija Sudirja dan Direktur Marketing PT. Biomethagreen Lingga Lestari, Edwin Berlian.
Biomethagreen adalah konsep pengelolaan sampah di tempat, ramah lingkungan dan berdaya guna. Jika sampah sudah dikelola dari setiap sumbernya seperti pemukiman, pasar, hotel, rumah makan, rumah sakit, perkantoran dan sebagainya, maka akan sangat sedikit residu sampah yang diangkut ke TPA sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan, pencemaran lingkungan dan lainnya.
Biomethagreen sangat cocok diterapkan dilokasi-lokasi tersebut karena proses dan tampilannya yang ramah lingkungan dan bentuknya menarik sesuai lokasi dimana instalasi itu dibangun, seperti bentuk perahu yang akan dibangun pada sebuah kafe di Jl. Sumatra Bandung.
Fatah mengatakan bahwa sebenarnya teknologi biogas bukanlah barang yang baru. Tetapi di Indonesia, penerapannya masih sebatas pada kotoran ternak. Bersama peneliti Unpad lain yang diantaranya adalah dosen Fapet Unpad Iman Hernaman, Mansyur, Tidi Dhalika, yang mengembangkan Biomethagreen untuk peternakan, dan Edy Suryadi serta Rija Sudirdja untuk agribisnis pertanian.
“Untuk sampah perkotaan belum banyak yang memanfaatkan. Saya melihat peluang itu ada, jadi kenapa tidak dimanfaatkan, “ jelas Fatah.
Teknologi ini menggunakan sistem anaerob, yaitu sistem tertutup. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam biodigester Biomethagreen nantinya akan dirombak oleh bakteri khusus penghasil methan melalui mekanisme perombakan sehingga menghasilkan gas bio. Gas bio yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, pemanas ayam (brooder) dan energi listrik yang sangat aman dan bermanfaat.
Fatah memulai uji cobanya di tahun 2008 dengan memanfaatkan area tempat tinggalnya di Tanjungsari, Sumedang Jawa Barat. Saat itu Fatah memulainya dalam skala kecil dengan hanya kapasitas 3 m3, menggunakan 4-5 kg sampah organik per hari, instalasi ini bisa menghasilkan gas bio yang kemudian dipakai untuk keperluan bahan bakar gas sehari-hari.
Selanjutnya bersama Yayasan Saung Kadeudeuh dikembangkan dalam skala lebih besar yaitu kapasitas 8 m3 yang disediakan untuk mengolah sampah organik dari 150 KK, biogas yang dihasilkan digunakan untuk penerangan jalan umum 20 titik di perumahan Griya Taman Lestari.
Banyak yang telah mengapresiasi temuan ini, diantaranya adalah Hendra Saleh anggota Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Perusahaan Listrik Negara Jawa Barat (PKBL PLN) yang mengatakan bahwa kawasan Tanjung Sari, Sumedang merupakan kawasan pertama yang menggunakan konsep Biomethagreen sehingga dapat dijadikan percontohan untuk daerah lainnya.
Selain gas bio yang dihasilkan, sludge hasil dari proses yang keluar dari biodigester ini pun berupa cairan. Limbah ini tidak mengandung bakteri penyebab penyakit dan bahan berbahaya lainnya, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk karena kandungan nutrisinya yang cukup lengkap seperti yang dibutuhkan tanaman.
Pengembangan konsep Biomethagreen ini merupakan naungan dari PT. Biomethagreen Lingga Lestari yang bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Yayasan Saung Kadeudeuh, Dinas Kebersihan Kota Bandung, Bank Jabar Banten, PT. PLN, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, dan PDP Unpad. Sejauh ini sudah cukup banyak demplot yang telah dibangun, yaitu di wilayah Kabupaten Sumedang, Tomang Petamburan Jakarta Selatan, Kuningan, Majalengka, dan di Bandung.
“Percontohan di Cibangkong Kecamatan Batununggal Kotamadya Bandung rencananya akan diresmikan oleh Rektor Unpad dan Walikota Bandung dalam waktu dekat ini,” ungkap Edwin.
Rija mengatakan bahwa konsep yang digagas oleh Fatah tersebut sangat cocok dengan model yang diusung oleh PDP Unpad baik pengkajian maupun penerapan. Teknologi tepat guna yang dihasilkan bisa langsung diaplikasikan kepada masyarakat. Untuk pengembangannya, PDP Unpad sedang memproses untuk membantu Biomethagreen dalam memperoleh hak paten melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) HKI Unpad, dan diharapkan dapat cepat selesai. (eh)*
Biomethagreen adalah konsep pengelolaan sampah di tempat, ramah lingkungan dan berdaya guna. Jika sampah sudah dikelola dari setiap sumbernya seperti pemukiman, pasar, hotel, rumah makan, rumah sakit, perkantoran dan sebagainya, maka akan sangat sedikit residu sampah yang diangkut ke TPA sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan, pencemaran lingkungan dan lainnya.
Biomethagreen sangat cocok diterapkan dilokasi-lokasi tersebut karena proses dan tampilannya yang ramah lingkungan dan bentuknya menarik sesuai lokasi dimana instalasi itu dibangun, seperti bentuk perahu yang akan dibangun pada sebuah kafe di Jl. Sumatra Bandung.
Fatah mengatakan bahwa sebenarnya teknologi biogas bukanlah barang yang baru. Tetapi di Indonesia, penerapannya masih sebatas pada kotoran ternak. Bersama peneliti Unpad lain yang diantaranya adalah dosen Fapet Unpad Iman Hernaman, Mansyur, Tidi Dhalika, yang mengembangkan Biomethagreen untuk peternakan, dan Edy Suryadi serta Rija Sudirdja untuk agribisnis pertanian.
“Untuk sampah perkotaan belum banyak yang memanfaatkan. Saya melihat peluang itu ada, jadi kenapa tidak dimanfaatkan, “ jelas Fatah.
Teknologi ini menggunakan sistem anaerob, yaitu sistem tertutup. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam biodigester Biomethagreen nantinya akan dirombak oleh bakteri khusus penghasil methan melalui mekanisme perombakan sehingga menghasilkan gas bio. Gas bio yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, pemanas ayam (brooder) dan energi listrik yang sangat aman dan bermanfaat.
Fatah memulai uji cobanya di tahun 2008 dengan memanfaatkan area tempat tinggalnya di Tanjungsari, Sumedang Jawa Barat. Saat itu Fatah memulainya dalam skala kecil dengan hanya kapasitas 3 m3, menggunakan 4-5 kg sampah organik per hari, instalasi ini bisa menghasilkan gas bio yang kemudian dipakai untuk keperluan bahan bakar gas sehari-hari.
Selanjutnya bersama Yayasan Saung Kadeudeuh dikembangkan dalam skala lebih besar yaitu kapasitas 8 m3 yang disediakan untuk mengolah sampah organik dari 150 KK, biogas yang dihasilkan digunakan untuk penerangan jalan umum 20 titik di perumahan Griya Taman Lestari.
Banyak yang telah mengapresiasi temuan ini, diantaranya adalah Hendra Saleh anggota Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Perusahaan Listrik Negara Jawa Barat (PKBL PLN) yang mengatakan bahwa kawasan Tanjung Sari, Sumedang merupakan kawasan pertama yang menggunakan konsep Biomethagreen sehingga dapat dijadikan percontohan untuk daerah lainnya.
Selain gas bio yang dihasilkan, sludge hasil dari proses yang keluar dari biodigester ini pun berupa cairan. Limbah ini tidak mengandung bakteri penyebab penyakit dan bahan berbahaya lainnya, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk karena kandungan nutrisinya yang cukup lengkap seperti yang dibutuhkan tanaman.
Pengembangan konsep Biomethagreen ini merupakan naungan dari PT. Biomethagreen Lingga Lestari yang bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Yayasan Saung Kadeudeuh, Dinas Kebersihan Kota Bandung, Bank Jabar Banten, PT. PLN, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, dan PDP Unpad. Sejauh ini sudah cukup banyak demplot yang telah dibangun, yaitu di wilayah Kabupaten Sumedang, Tomang Petamburan Jakarta Selatan, Kuningan, Majalengka, dan di Bandung.
“Percontohan di Cibangkong Kecamatan Batununggal Kotamadya Bandung rencananya akan diresmikan oleh Rektor Unpad dan Walikota Bandung dalam waktu dekat ini,” ungkap Edwin.
Rija mengatakan bahwa konsep yang digagas oleh Fatah tersebut sangat cocok dengan model yang diusung oleh PDP Unpad baik pengkajian maupun penerapan. Teknologi tepat guna yang dihasilkan bisa langsung diaplikasikan kepada masyarakat. Untuk pengembangannya, PDP Unpad sedang memproses untuk membantu Biomethagreen dalam memperoleh hak paten melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) HKI Unpad, dan diharapkan dapat cepat selesai. (eh)*
Sumber : http://www.unpad.ac.id/