DPD berinisiatif mengusulkan RUU Desa

SEMARANG: Sekitar 70 persen sumber daya kekuatan Indonesia ada di desa. Namun, orang desa hingga kini hanya menjadi objek pengelolaan potensi tersebut. Mereka belum sepenuhnya menjadi subyek penggalian potensi.

“Tak heran jika warga desa masih menjadi kelompok masyarakat yang termarginalkan di republik ini. Bahkan, sering menjadi bahan olok-olok ketika menilai sesuatu yang negatif dengan kata ndesa. Kehadiran Rancangan Undang-Undang Desa yang disusun oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membuka peluang mengentaskan warga desa minimal menjadi tidak termarginalkan lagi,” kata Sumariyadi, sekretaris Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia Jawa Tengah dalam acara uji publik draft RUU Desa yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro bekerjasama dengan DPD RI di ruang Kampus Pleburan, Semarang, belum lama ini. Pembicara lainnya dalam acara tersebut, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Jateng Jateng Djumari, Wakil Bupati Semarang Warnadi, Dosen FISIP Undip Kushadajani dan Turtiantoro. Dari DPD RI, hadir Ketua Komite I Dany Anwar, beserta para anggota, Denty Eka Widi, Sri Kadarwati, Alirman Sori, Sudharto, Hafidz Asrom, Adhariani, Farouk Muhamad, Anang Prihantoro, dan Amang Syafrudin.

Sumariyadi juga mempermasalahkan, pemerintah desa belum pernah dipercaya untuk menangani masalah kemiskinan atau mengelola sumber daya secara optimal akibat masih dianggap sebagai objek.

Sementara pemerintah di atasnya, ingin datang ke desa sebagai sinterklas yang membawa berbagai hadiah untuk desa.

“Kue yang masuk ke desa bukan sebagai penolong, tapi justru sebagai pengacau sehingga kehidupan warga desa tak pernah sejahtera.

Termasuk masalah raskin yang tak pernah bisa didistribusikan secara proporsional, karena data kemiskinan tak pernah dipelihara updatingnya,” ungkap dia.

Pembiasan Wakil Bupati Semarang Warnadi menyoroti RUU Desa kurang memerhatikan nuansa NKRI, mendorong timbulnya semangat kesukuan dalam kondisi bangsa yang sedang dilanda krisis kebangsaan, membiaskan makna pengertian tentang desa yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asal-usul dan istiadat. Misalnya, di desa swapraja perangkat desa berasal dari PNS.

“Jika RUU Desa tidak direvisi akan membebani keuangan pemerintah dan pemerintah daerah, serta berpeluang tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lain,” katanya.

Dalam RUU Desa, kata dia, harus memuat pasal pengembalian jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih kembali sampai dua periode dan pasal yang mengurangi dualisme kebijakan antara sekretaris desa dan perangkat desa.

Menurut Kushandajani, RUU Desa perlu direvisi dalam beberapa pasal sehingga menghapus dikotomi antara desa dan negara, serta ketiadaan pemberian ruang bagi keberagaman tetapi memenuhi asas berpemerintahan yang baik.

Sementara Djumari berharap, dalam RUU Desa harus memuat pengaturan sanksi yang tegas bagi aparatur penyelenggara pemerintahan desa yang melakukan tindak indisipliner.

“Ini semata-mata untuk mewujudkan kejayaan bagi desa dan meningkatkan taraf hidup warganya. Sebab, selama ini potensi desa amat besar tetapi belum ada imbal balik yang dirasakan warganya,” tegas dia. (H7035)

Sumber : 
1. http://www.desamerdeka.com/
2. Suaramerdeka

Gambar : facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar