Debit sampah di kota besar semacam Jakarta bisa mencapai 8500 ton per hari. Persentase terbesar dari jumlah sampah tersebut adalah sampah organik yang potensial untuk dikembangkan sebagai pupuk. BPTP DKI Jakarta telah menghasilkan kajian dalam pemanfaatan limbah dengan metode pengomposan, formula pupuk organik padat dalam bentuk pelet dan granul ("HPS Granular/HPS Pelet'), dan pupuk organik cair "HPS-1" (Harapan Petani Sejahtera).
Teknologi pengomposan sampah organik pasar yang telah teruji paling sesuai untuk jenis sampah tersebut (kandungan air sangat tinggi) adalah melalui pengaturan sistem drainase melalui kemiringan bidang pengomposan sebesar 15o serta pembuatan alur-alur pembuangan lindi pada bidang sejajar kemiringan bidang. Selain itu melalui pengaturan sistem aerasi menggunakan bambu atau paralon yang dilubangi pada sisi-sisinya dan ditanam di dalam tumpukan bahan kompos; serta perlakuan inokulasi menggunakan mikroba eksogenous. Karakteristik kimia kompos yang dihasilkan, diantaranya, C organik 13%, N-total 3,53%, P-total 0,53%, K-total 4,44%, Ca 5,80%, Mg 1,34%, C/N ratio 10 setelah 14 hari waktu pengomposan.
Komposisi formula pupuk organik padat dalam bentuk pelet dan granul berbahan baku kompos sampah kota (Pupuk HPS Granular/HPS Pelet) yang dikembangkan meliputi tepung kompos sampah kota 75% (b/b), Batuan Fosfat 10% (b/b), Arang Sekam 10% (b/b), Zeolit 5% (b/b), serta kultur campuran penambat N-bebas dan pelarut fosfat dengan kerapatan minimal 106 sel.g-1 bahan pupuk. Formulasi pupuk HPS-1 meliputi ekstrak sampah sayur dan buah 70% (v/v) dan Molase 30% (v/v) yang difermentasi secara anaerobik selama 14 hari menggunakan kultur campuran Lactobacillus sp. Hasil fermentasi sebanyak 80% (v/v) diperkaya hasil fermentasi batuan fosfat 20% (v/v) dan kultur campuran pelarut fosfat (Pseudomonas sp.) dan penambat N bebas (Azozpirilium sp.), masing-masing dengan kerapatan 106-109 sel.ml-1.
Pada beberapa komoditas tanaman sayuran (terong, kacang panjang, sawi, selada, bayam, dan kangkung serta jagung manis) pupuk HPS Granul, HPS Pelet, maupun HPS-1 (cair) memiliki nilai efektivitas agronomis nisbih (RAE) berkisar 60-87% dibandingkan pupuk kimia NPK (Teknologi Petani). Berdasarkan nilai RAE tersebut, maka pupuk HPS tersebut secara umum layak untuk digunakan sebagai pupuk alternatif pengganti pupuk kimia dalam sistem pertanian organik tanpa pupuk mineral/kimia atau dapat juga dikombinasikan dengan pupuk kimia guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk kimia dalam sistem pertanian konvensional.
Teknologi pembuatan pupuk dari sampah tersebut telah didiseminasikan pada semua wilayah di DKI Jakarta, baik melalui forum yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Pertanian di lima wilayah kota, maupun melalui media dan kegiatan diseminasi BPTP Jakarta (media cetak, audio visual, gelar dan temu teknologi, serta pertemuan rutin dengan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani).
Hingga saat ini, Teknologi pengomposan pupuk dari sampah kota telah diadopsi oleh Kelompok Tani Adenium Jaya, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sementara itu, teknologi pembuatan pupuk cair (HPS-1) telah diadopsi oleh Kelompok Tani Nusa Indah, Jakarta Selatan.
Penerapan pembuatan pupuk organik padat dan cair sedang diinisiasi untuk diterapkan di Kelompok Tani Primatara dan Kelompok Peternak di Wilayah Mampang Prapatan, Jakarta selatan. Selain itu, tercatat beberapa kelompok masyarakat dan kelompok tani telah menelusuri lebih lanjut informasi teknologi yang dikembangkan guna ditindaklanjuti dalam penerapan di lapang.
Komposisi formula pupuk organik padat dalam bentuk pelet dan granul berbahan baku kompos sampah kota (Pupuk HPS Granular/HPS Pelet) yang dikembangkan meliputi tepung kompos sampah kota 75% (b/b), Batuan Fosfat 10% (b/b), Arang Sekam 10% (b/b), Zeolit 5% (b/b), serta kultur campuran penambat N-bebas dan pelarut fosfat dengan kerapatan minimal 106 sel.g-1 bahan pupuk. Formulasi pupuk HPS-1 meliputi ekstrak sampah sayur dan buah 70% (v/v) dan Molase 30% (v/v) yang difermentasi secara anaerobik selama 14 hari menggunakan kultur campuran Lactobacillus sp. Hasil fermentasi sebanyak 80% (v/v) diperkaya hasil fermentasi batuan fosfat 20% (v/v) dan kultur campuran pelarut fosfat (Pseudomonas sp.) dan penambat N bebas (Azozpirilium sp.), masing-masing dengan kerapatan 106-109 sel.ml-1.
Pada beberapa komoditas tanaman sayuran (terong, kacang panjang, sawi, selada, bayam, dan kangkung serta jagung manis) pupuk HPS Granul, HPS Pelet, maupun HPS-1 (cair) memiliki nilai efektivitas agronomis nisbih (RAE) berkisar 60-87% dibandingkan pupuk kimia NPK (Teknologi Petani). Berdasarkan nilai RAE tersebut, maka pupuk HPS tersebut secara umum layak untuk digunakan sebagai pupuk alternatif pengganti pupuk kimia dalam sistem pertanian organik tanpa pupuk mineral/kimia atau dapat juga dikombinasikan dengan pupuk kimia guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk kimia dalam sistem pertanian konvensional.
Teknologi pembuatan pupuk dari sampah tersebut telah didiseminasikan pada semua wilayah di DKI Jakarta, baik melalui forum yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Pertanian di lima wilayah kota, maupun melalui media dan kegiatan diseminasi BPTP Jakarta (media cetak, audio visual, gelar dan temu teknologi, serta pertemuan rutin dengan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani).
Hingga saat ini, Teknologi pengomposan pupuk dari sampah kota telah diadopsi oleh Kelompok Tani Adenium Jaya, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sementara itu, teknologi pembuatan pupuk cair (HPS-1) telah diadopsi oleh Kelompok Tani Nusa Indah, Jakarta Selatan.
Penerapan pembuatan pupuk organik padat dan cair sedang diinisiasi untuk diterapkan di Kelompok Tani Primatara dan Kelompok Peternak di Wilayah Mampang Prapatan, Jakarta selatan. Selain itu, tercatat beberapa kelompok masyarakat dan kelompok tani telah menelusuri lebih lanjut informasi teknologi yang dikembangkan guna ditindaklanjuti dalam penerapan di lapang.
Sumber: situs web BPTP DKI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar